Perkembangan
teknologi, lagi-lagi menjadi penyebab tumbuh derasnya kebutuhan manusia akan
informasi sob! Apalagi tak dapat dipungkiri bahwa internet telah menjadi media
yang paling banyak digunakan untuk mendapatkan informasi selain perpustakaan.
Hal inilah yang menjadi alasan adanya gerakan open access.
Menurut
artikel yang saya kutip dari http://digilib.undip.ac.id[1], Open acces merujuk kepada aneka
literatur digital yang tersedia secara terpasang (online), gratis (free of
charge), dan terbebas dari semua ikatan atau hambatan hak cipta atau lisensi.
Artinya, ada sebuah penyedia yang meletakkan berbagai berkas, dan setiap berkas
itu disediakan untuk siapa saja yang dapat mengakses. Berdasarkan pengertian
itu, maka open access otomatis juga
membebaskan hambatan akses yang biasanya muncul karena biaya (entah itu biaya
berlangganan, biaya lisensi, atau membayar-setiap-melihat alias pay-per-view
fees).
Gerakan
Open access ini hadir dalam menjawab setiap diskriminasi yang terjadi antara
masyarakat luas yang ingin mendapatkan informasi secara bebas dan terbatasnya
akses yang didapatkan akibat adanya biaya yang harus ditanggung dalam mengakses
informasi ataupun terbatasnya akses karena adanya lisensi. Hal ini tentu saja
menjadi suatu hal yang mendapat respon baik dimana masyarakat dapat dengan
mudah mengakses informasi yang mereka inginkan. Hal ini pulalah yang menjadi
motivasi bagi perpustakaan untuk menyediakan layanan informasi secara bebas dan
berkualitas kepada para penggunanya.
Selain
itu, gerakan open access muncul sebagai perlawanan terhadap individu, kelompok
atau lembaga tertentu yang menghambat masyarakat luas untuk memperoleh akses ke
sumber-sumber informasi yang berkualitas. Gagasan dan pemikiran yang mendorong
lahirnya gerakan open access adalah:
1)
Meningkatnya komersialisasi terbitan
jurnal ilmiah.
2)
Keharusan penulis menyerahkan copyright ke penerbit sebelum
penerbitan.
3)
Keharusan perpustakaan membayar biaya
yang semakin mahal untuk melanggan jurnal cetak.
4)
Keharusan memperoleh lisensi untuk
akses versi elektronik.
5)
Pembatalan langganan yang
mengakibatkan para pengguna gagal mengakses ke sumber-sumber informasi yang
diperlukan. (Tedd and Large, 2005:53) [2]
Jika
kita cermati, adanya gerakan open access sebenarnya
sangat berisiko sekali terhadap adanya pelanggaran hak cipta atau hak kekayaan
intelektual, dimana akses yang diberikan sangat bebas. Hal ini tentu saja menjadi
ancaman tersendiri karena karya intelektual tersebut rawan disalahgunakan atau
rawan disebarluaskan.
belum
tau apa itu copyright atau hak cipta? Ok ini dia penjelasannya sob..
Copyright atau hak cipta menurut
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif bagi pencipta
atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi
izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.[3] Sedangkan
menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002, hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku. (pasal 1 butir 1)
Dengan
adanya peraturan diatas, setiap karya tulis secara otomatis memiliki hak cipta.
Landasan hukum yang digunakan untuk open
access biasanya adalah izin resmi yang diberikan (consent) oleh pemegang
hak cipta, atau pernyataan bahwa literatur yang bersangkutan adalah milik umum
(public domain). Karena sudah mendapat izin dari si empunya hak cipta, maka
sebuah karya yang berstatus open access
sebenarnya tidak melakukan penghapusan, perubahan, atau pelanggaran
undang-undang tentang hak cipta. Dalam hal ini, maka open access juga bekerja dengan prinsip kesukarelaan dari pihak
pencipta dan pemegang hak cipta.[4]
Penjelasan
paragraf diatas adalah sebuah jawaban dari kekhawatiran akan adanya gerakan open access dimana literatur/jurnal yang
diakses rawan untuk diperbanyak dan disebarluaskan dengan semena-mena oleh
pihak-pihak tertentu yang mengambil keuntungan dari adanya open access tersebut. Kalau sudah begitu, siapa yang mau tanggung
jawab? Ya gak? *loh -_^
Nah
kita nih sebagai orang akademisi sob, sudah seharusnya menghormati hak cipta
meski informasi yang kita dapatkan diakses dengan sebebas-bebasnya karena
adanya open access ini, cara paling
sederhana yaitu dengan cara common
creative writing atau bahasa singkatnya cara mengutip yang benar. Hal ini
menjadi penting supaya kita dan orang lain tahu informasi atau kutipan yang
kita tulis dalam tulisan kita itu berasal dari pendapatnya siapa dan darimana.
Cara mengutip yang baik ada 2 cara
sob,
1. Menggunakan footnote. Contohnya: “Seperti yang dikatakan Saiful Bahri, trilogi epistemologi Aljabiri merupakan salahsatu sumbangsih terbesar untuk pemikiran islam.”1
[1Saiful Bahri, Membaca Aljabiri: dari Prinsip Pembacaan Kontemporer hingga Epistemologi dalam Khazanah Keilmuan Islam(2013:3)]
2. Menggunakan bodynote. Contohnya: “Trilogi epistemologi Aljabiri merupakan
salahsatu sumbangsih terbesar untuk pemikiran islam (Saiful Bahri, 2013:3).”
[1] http://digilib.undip.ac.id/index.php/component/content/article/53-perpuspedia/178-open-access- diakses pada tanggal 25 Mei 2013
[2] Dikutip oleh Solihin Arianto dalam The Keyword ,
“Bercermin Pada Gerakan Open Access:
Menghilangkan Kesenjangan Akses Informasi Dalam Layanan Perpustakaan”.
[4] http://digilib.undip.ac.id/index.php/component/content/article/53-perpuspedia/178-open-access-
0 komentar:
Posting Komentar